Kamis, 17 Juni 2021

EVALUASI PC IMM KOTA SURABAYA; IMM SURABAYA BUTUH KADER YANG BERDAYA

0 komentar

 

EVALUASI PC IMM KOTA SURABAYA; IMM SURABAYA

BUTUH KADER YANG BERDAYA

Oleh : Amin Rais

(Ketua Umum PK IMM Kaizen 2020-2021)


      Berbicara tentang kader IMM, tidak akan pernah habis topik yang dibicangkan, terutama bahasan kualitas dan kuantitas kadernya. Pertanyaan mendasarnya, manakah yang lebih penting, kuantitas ataukah kualitas kader ? Manakah diantara keduanya yang harus dimiliki terlebih dahulu oleh organisasi mahasiswa ini ? Topik ini sudah lama diperbincangkan oleh kader-kader IMM dimanapun, baik itu ketika sedang dalam diskusi biasa maupun sharing pada kegiatan formal-non formal. Begitupun dengan kader IMM Kota Surabaya, cabang IMM terbesar sedunia akhirat dengan jumlah sebanyak 31 komisariat dan 4 koorkom. Hal ini membuat perbincangan mengenai kualitas-kuantitas kader sudah menjadi menu santapan diskusi sehari-hari. Bagaimanapun kader banyak harus seimbang dengan kemampuan yang layak.

 

Menurut AS Hornby (dalam kamusnya Oxford Advanced Learner’s Dictionary) dikatakan bahwa “Cadre is a small group of people who are specially chosen and trained for a particular purpose”, atau “Cadre is a member of this kind group; they were to became the cadres of the new community party”. Jadi, pengertian kader adalah “sekelompok orang yang terorganisir secara terus menerus dan akan menjadi tulang punggung bagi kelompok yang lebih besar. Sedangkan menurut kamus bahasa Indonesia, kader adalah orang yang diharapkan memegang peranan penting dalam suatu pemerintahan, partai dan sebagainya. Dari kedua pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa kader adalah orang yang akan menjadi tulang punggung dalam suatu organisasi dan mampu untuk diberikan amanah sebagai pemimpin bagi dirinya serta orang lain.

 

Lalu, cara agar kader IMM mampu menjadi tulang punggung suatu organisasi dan mengemban amanah sebagai pemimpin, maka kader itu haruslah beraktivitas di IMM dan diluar IMM. Ketika beraktivitas di IMM, kader itu akan terbentuk dalam organisasi, mengenal aturan-aturan dalam organisasi dan tidak bekerja sendiri sesuai dengan selera pribadinya. Bagi IMM, aturan-aturan itu bila diteropong dari segi nilai adalah nilai-nilai dasar ikatan dalam pemahaman memaknai perjuangan; sebagai alat untuk mentransformasikan nilai-nilai ke-Islaman hingga mampu mengemban misi keummatan, yaitu berpihak kepada kaum yang tertindas, Mustadh’afin, dan mendakwahkan kebenaran di tengah masyarakat, serta menjadi teladan yang baik. Sedangkan dari segi operasionalisasi organisasi, perlu kiranya kader IMM mengindahkan AD/ART IMM, pedoman pokok organisasi dan ketentuan-ketentuan lainnya.

 

Selanjutnya, seorang kader  juga harus memiliki komitmen yang terus menerus, tidak mengenal semangat yang musiman, tapi utuh dan istiqomah dalam mengimplementasikan ide dari sebuah nalar yang dibuktikan dengan aksi nyata. Akan tetapi, kebanyakan dari kader masih kurang dikembangkan ide dan potensinya sehingga terjadi ketidakseimbangan. Ketidakseimbangan ini menyebabkan organisasi hanya didominasi oleh orang yang sekedar ikut-ikutan atau hura-hura yang minim inovasi. Hilang sudah harapan membangun kejayaan dari organisasi. Harus ada gerakan terencana untuk memaksimalkan potensi kader agar berdaya dalam mengentaskan permasalahan. Terencana dalam arti dipersiapkan pelaku dan metodenya dengan baik lagi terukur.

 

Berdaya adalah mampu mengidentifikasikan masalah dan paham cara mengatasi masalah tersebut. Kader yang berdaya artinya kader yang mempunyai kemampuan menemukan dan menyelesaikan masalahnya sendiri, termasuk masalah ekonomi, sosial, politik, dan lingkungan juga berkemampuan dalam kompetensi yang dimiliki dan sebagainya. Prinsip dari berdaya yaitu melakukan perubahan atas inisiatif diri sendiri atau self help. Ada banyak cara untuk mengembangkan kader yang berdaya, diantaranya adalah membangkitkan semangat self help dalam organisasi dan mempertahankan kader unggulnya. Self help digunakan sebagai pendekatan untuk melaksanakan program yang berkaitan dengan pengembangan kader yang berdaya. Salah satu capaian kader yang berdaya adalah mengoptimalkan potensi yang dimiliki oleh kader.

 

Mengoptimalkan potensi memang terlalu utopis dan bukan hanya tugas Pimpinan Cabang, tugas tersebut akan semakin berat ketika kader sebagai objek yang berada ditingkat komisariat tidak terlibat aktif dalam mendukung program. Terlebih lagi, program Pimpinan Cabang cenderung tidak sesuai dengan pemenuhan kebutuhan kader sehingga muncul rasa tidak memiliki yang berakibat pada program yang tidak berkelanjutan. Saat ini masih sering terjadi, Pimpinan Cabang belum merubah orientasinya untuk bergerak atas kebutuhan kader di organisasi.

 

Semangat self help dalam organisasi dibangkitkan melalui konsep inovasi; dilakukan melalui sebuah program pengembangan kader yang tepat sasaran. Tujuannya untuk mengembangkan kemandirian dan kesejahteraan kader dengan meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan dalam memanfaatkan sumber daya. Ada dua model yang dapat digunakan yaitu top down dan bottom up. Model top down adalah pengembangan yang terpusat, kebijakannya ditentukan oleh Pimpinan Cabang. Kader dilibatkan sebagai objek program dan tidak terlibat langsung dalam pengambilan kebijakan. Model ini cenderung tidak berkelanjutan karena pasca pelaksanaan program tidak ada bentuk kelanjutan misalnya dengan bentuk penugasan ataupun dengan pengarahan sehingga kader tidak punya rasa memiliki. Model bottom up adalah pengembangan inisiatif kader karena ditempatkan sebagai subjek program.

 

Tidak ada yang lebih baik dari keduanya karena masing-masing punya kelebihan dan kekurangan sendiri. Program yang baik harus melibatkan dua model ini, model bottom up untuk menjaga keberlanjutan program dan model top down untuk dukungan Pimpinan Cabang. Kolaborasi model top down dan bottom up dalam pengembangan kader yang berdaya tentu akan menghasilkan efektivitas dalam menaikkan sebuah gerakan.

 

Dalam konteks ini, perlu kiranya untuk memberdayakan kader unggul dalam rangka merealisasikan ide dan inovasi gerakan sebagai upaya pengembangan kader yang berdaya. Sangat disayangkan jika Pimpinan Cabang tidak memanfaatkan nalar intelektualnya untuk perkara ini. Parahnya, siklus seperti ini akan terus berputar hingga circle di organisasi hanya tinggal kader yang sekedar hanya ikut-ikutan atau hura-hura yang minim inovasi.

 

Tidak masalah jika tidak menggunakan model top down, akan tetapi kontribusi melalui pemikirannya sebagai konseptor pemberdaya kader dapat disalurkan melalui local leader yang mumpuni di Pimpinan Komisariat. Pemikiran ini nantinya menjadi sebuah inovasi yang  berkontribusi terhadap pemberdayaan kader. Oleh sebab itu, sebelum kader-kader akan melanjutkan kepemimpinannya di tingkat Pimpinan Cabang harus ditumbuhkan rasa empatinya. Empati untuk merasa bertanggung jawab atas pengembangan kader di organisasi. Instruktur dirasa penting untuk ambil bagian dalam perkara ini. Kader tidak hanya dikembangkan ideologinya, tetapi juga karakternya.


Fastabiqul Khairat!!!

0 komentar:

Posting Komentar