GELAR INSTRUKTUR MUDA
Oleh : Putri FirdaWahyuni
(Peserta LID IMM Kota Surabaya 2020)
“Instruktur muda” sebuah amanah baru yang harus
dikukuh dan diseru. Perjalanan jauh yang harus dilaju dan ditempuh. Menjadi
tauladan yang bisa dianut dan ditiru. Anggun dalam moral, unggul dalam
intelektual dan bersungguh-sungguh mencapai tujuan yang dituju.
Menjadi instruktur muda, memanglah tidak mudah. Harus
bisa menciptakan kader-kader terbaik, qualified, dan mempunyai formasi kepemimpinan
yang segar dan energik. Religiusitas, intelektualitas, dan humanitas pun harus
diimbangi. Instruktur muda sebagai fasilitator, pembimbing, pemandu, maupun
penilai sangat berperan terhadap perkaderan yang merupakan
underbow Muhammadiyah dalam menggapai tujuannya. Selain
memiliki peran mencetak kader-kader kompeten bagi umat, bangsa, dan
persyarikatan, juga harus mampu menempatkan dirinya sebagai suatu gerakan
sosial, social movement. Seorang instruktur
sebagai social movement memiliki bekal berupa intelektual kapital maupun
social kapital yang kemudian diharapkan untuk mampu memainkan peran fungsinya
hingga menghasilkan suatu power, kekuatan untuk mampu mendobrak kondisi sosial.
Instruktur muda sebagai intelektual
kapital maupun social kapital harus mampu mentransformasikannya dalam suatu
gerakan yang nyata untuk dapat membawa perubahan dalam kondisi sosial
kemasyarakatan. Merefleksikan
diri dengan menilik sejarah Muhammadiyah oleh KH. Ahmad Dahlan yang dengan
kapasitas intelektual
kapital-nya mampu melahirkan sebuah refleksi dalam gerakan berupa teologi
Al-Ma’un yang hingga kini masih sangat relevan dan menjadi pijakan Muhammadiyah
dalam aksinya.
Bertanggungjawab terhadap suatu perkaderan merupakan
tugas kami. Dalam sebuah
perkaderan
dititikberatkan pada pembinaan ideologi, pembinaan kepemimpinan, membangun kekuatan dan
kualitas pelaku gerakan, ideologi
gerakan dan mengoptimalkan sistem kaderisasi yang menyeluruh dan berorientasi
ke masa depan. Dengan demikian, perkaderan Muhammadiyah menjadi upaya penanaman
nilai, sikap dan cara berpikir, serta peningkatan kompetensi dan integritas
terutama dalam aspek ideologi,
kualitas kepemimpinan, ilmu pengetahuan dan wawasan bagi segenap pimpinan,
kader dan anggota. Dengan kata lain, dalam perkaderan harus terjadi penyadaran,
peneguhan dan mengayaan. Sudah
sepatutnya kita sebagai instruktur
mampu memulai, membuka lembaran-lembaran baru dan bergerak keluar sebagai
intelektual organik, untuk mampu mentransformasikan tradisi intelektualnya
dalam realitas sosial dalam perkaderan.
“Instruktur muda” tak hanya menjadi gelar saja, akan tetapi harus bisa
memberikan kontribusi yang nyata dengan social movement dan intelektual kapital
yang mampu meneruskan estafet perjuangan dakwah yang diridhai Allah Ta’ala.
0 komentar:
Posting Komentar