Selasa, 08 Desember 2020

GELAR INSTRUKTUR MUDA

0 komentar

 

GELAR INSTRUKTUR MUDA

Oleh : Putri FirdaWahyuni

(Peserta LID IMM Kota Surabaya 2020) 


“Instruktur muda” sebuah amanah baru yang harus dikukuh dan diseru. Perjalanan jauh yang harus dilaju dan ditempuh. Menjadi tauladan yang bisa dianut dan ditiru. Anggun dalam moral, unggul dalam intelektual dan bersungguh-sungguh mencapai tujuan yang dituju.

Menjadi instruktur muda, memanglah tidak mudah. Harus bisa menciptakan kader-kader terbaik, qualified, dan mempunyai formasi kepemimpinan yang segar dan energik. Religiusitas, intelektualitas, dan humanitas pun harus diimbangi. Instruktur muda sebagai fasilitator, pembimbing, pemandu, maupun penilai sangat berperan terhadap perkaderan yang merupakan underbow Muhammadiyah dalam menggapai tujuannya. Selain memiliki peran mencetak kader-kader kompeten bagi umat, bangsa, dan persyarikatan, juga harus mampu menempatkan dirinya sebagai suatu gerakan sosial, social movement. Seorang instruktur sebagai social movement  memiliki bekal berupa intelektual kapital maupun social kapital yang kemudian diharapkan untuk mampu memainkan peran fungsinya hingga menghasilkan suatu power, kekuatan untuk mampu mendobrak kondisi sosial. Instruktur muda sebagai intelektual kapital maupun social kapital harus mampu mentransformasikannya dalam suatu gerakan yang nyata untuk dapat membawa perubahan dalam kondisi sosial kemasyarakatan. Merefleksikan diri dengan menilik sejarah Muhammadiyah oleh KH. Ahmad Dahlan yang dengan kapasitas intelektual kapital-nya mampu melahirkan sebuah refleksi dalam gerakan berupa teologi Al-Ma’un yang hingga kini masih sangat relevan dan menjadi pijakan Muhammadiyah dalam aksinya.

Bertanggungjawab terhadap suatu perkaderan merupakan tugas kami. Dalam sebuah perkaderan dititikberatkan pada pembinaan ideologi, pembinaan kepemimpinan, membangun kekuatan dan kualitas pelaku gerakan, ideologi gerakan dan mengoptimalkan sistem kaderisasi yang menyeluruh dan berorientasi ke masa depan. Dengan demikian, perkaderan Muhammadiyah menjadi upaya penanaman nilai, sikap dan cara berpikir, serta peningkatan kompetensi dan integritas terutama dalam aspek ideologi, kualitas kepemimpinan, ilmu pengetahuan dan wawasan bagi segenap pimpinan, kader dan anggota. Dengan kata lain, dalam perkaderan harus terjadi penyadaran, peneguhan dan mengayaan. Sudah sepatutnya kita sebagai instruktur mampu memulai, membuka lembaran-lembaran baru dan bergerak keluar sebagai intelektual organik, untuk mampu mentransformasikan tradisi intelektualnya dalam realitas sosial dalam perkaderan. “Instruktur muda” tak hanya menjadi gelar saja, akan tetapi harus bisa memberikan kontribusi yang nyata dengan social movement dan intelektual kapital yang mampu meneruskan estafet perjuangan dakwah yang diridhai Allah Ta’ala.

0 komentar:

Posting Komentar